
Tebing Nglanggeran merupakan tebing yang terbentuk dari aktivitas Gunung Api Purba ribuan tahun lalu dan membentuk bongkahan-bongkahan tebing eksotis yang menantang untuk digerayangi oleh para pemanjat. Akses menuju lokasi ini sangat mudah. Dari arah Yogyakarta melalui jalan Wonosari menuju bukit Patuk, kemudian tiba diperempatan Pos Polisi Patuk ke arah kiri terus mengikuti jalan aspal sampai melewati deretan tower (menara) pemancar stasiun televisi dan seluler. Sekitar 1km dari deretan tower di sebelah kanan jalan ada pertigaan dengan penunjuk arah (plang) ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran dan terus saja mengikuti jalan aspal hingga tiba di pendopo atau sekretariat Karang Taruna Bukit Putra mandiri.

Persiapan awal yang dilakukan adalah pembentukan kepanitiaan yang akan mengkoordinir kegiatan tersebut, dan saudara Anton Giri Sadewa dari Mapala Madawirna (UNY) terpilih sebagai coordinator panitia. Kendala awal yang dihadapi panitia adalah masalah koordinasi, karena berbenturan dengan kegiatan internal di OPA masing-masing, sehingga agak sedikit menyulitkan persiapan. Namun dengan semangat ingin mensukseskan kegiatan ini, maka terwujudlah kegiatan ini dan diikuti oleh 30 orang peserta dari berbagai OPA di Yogyakarta.
Sebelum kelapangan, terlebih dahulu ada pembekalan materi teknik bolting (pemasangan pengaman bor) oleh panitia. Kegiatan dimulai pada hari sabtu dengan pemberangkatan peserta dari Madwirna menuju lokasi (Desa Nglanggeran) dengan kendaraan bermotor. Kemudian ada sosialisasi dari Karang Taruna Bukit Putra Mandiri yang menjelaskan tentang potensi wisata minat khusus panjat tebing di daerah tersebut.

Hari kedua pemanjatan, peserta dibagi menjadi 3 kelompok, untuk latihan di 2 jalur sport yang sudah ada sebelumnya, yaitu jalur silvagama dan jalur Nyingnying yang di buat oleh Majestic-55, serta jalur baru yang dibuat saat latgab KPTY. Namun sangat disayangkan, penerapan safety procedure kurang diperhatikan oleh beberapa peserta, terutama penggunaan helm sebagai pelindung kepala. Saat reporter KAONAK meliput kegiatan latgab ini, ada beberapa peserta yang tidak menggunakan helm panjat, dan saat dikonfirmasi kepada peserta yang lain ternyata menggunakan helm saat manjat itu tidak asyik, dan juga karena alasan ini adalah jalur sport, maka tidak menggunakan helm tidak apa-apa, dan bahkan ada yang mengatakan kalau pemanjat luar (luar negeri) saja kalau manjat tidak pakai helm seperti yang ada diposter-poster. Sungguh disayangkan memang, menyepelekan hal yang kecil untuk keselamatan diri sendiri.
Antusias peserta juga sangat mendukung kegiatan ini, hal ini terlihat dari rasa penasaran peserta saat melakukan pemanjatan. Menurut Ade, salah satu peseta dari Plantagama (F.Pertanian-UGM), kegiatan ini memberikan pengalaman tersendiri karena ini tebing baru yang dieksplore dan juga bisa sharing ilmu mengenai pemanjatan tingkat tinggi, terutama teknik bolting. “Penerapan safety procedure masih kurang, karena masih ada yang tidak menggunakan helm, padahal karakter tebing ini batuannya mudah lapuk”, tambah ade ketika diwawancarai mengenai faktor keselamatan dalam pemanjatan.
Dari kegiatan ini, diharapkan penggiat panjat tebing Yogyakarta dapat beraktivitas bersama dalam pemanjatan. “Ini merupakan awal kebangkitan KPTY, dan kedepannya dapat latihan rutin di tebing alam dan tidak melulu kita latihan di tebing buatan (wall climbing)”, tambah Anton, ketua panitia kegiatan.
Kawasan Ekowisata Gunung Api

Report & Photo by : Thole_378/GPA
(Yohanes Kurnia Irawan)
Untuk Buletin KAONAK Edisi 55-Februari 2010
Media Informasi Independent GAPADRI MAPALA STTNAS YOGYAKARTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar