Jumat, 19 Agustus 2011

Biru dan Biru


Biru dan Biru...
Biru laut yang dalam,
Ataukah biru langit lazuardi yang luas...

Aku suka semuanya,
Ketika ku mencintai gunung saat pendakian, maka diatasku langit sedang menaungi,
begitu pula aku ke pantai,
Ombak yang bernyanyi dengan deburannya,
Membuat aku ingin menari,
Angin pun membelai selendang biru ku,
dan.. suara laut yang dingin, dalam... menenggelamkanku dalam keheningan.

Seperti ketika ku tatap langit yang tinggi di atas sana membuat ku selalu bertanya, setinggi apakah engkau???
Puncak apa yang harus kudaki agar ku bisa lebih dekat denganmu???

Kau begitu, hanya begitu, lebih banyak memberiku hujan,
Ketika ku pendakian pun kau selalu memberi ku hujan,
Diantara keletihan yang sangat, sungguh indah,
Dan selalu kau terangi malam dengan bintang yang membuatku tersenyum..
Menakjubkan, mengagumi keindahan alam ciptaan Allah..
Aku mencintai keindahan dan ketenangan,
dan biru menggambarkan kerinduan,
Biru mempunyai gelombang dengan frekuensi yang berbeda,
memberikan melodi diantara kebisingan.
Dia warna yang penuh makna,
Dalam seperti laut,
Ceria seperti langit dengan pelanginya,
Melankolis karena kadang cerah, berawan dan hujan,
Itulah kenapa aku suka biru,
Bukan karena seseorang, tapi sejak dulu... sejak dulu...


18 Agst 2011
READ MORE ...

Kamis, 18 Agustus 2011

Tentang Sebuah Lagu Pecinta Alam

Pecinta Alam, petualang, pendaki gunung dan penggiat alam bebas lainnya, mungkin sudah pernah mendengar lagu ini. Ada sedikit renungan dalam lagu ini yang mengingatkan kita kembali akan kondisi Alam kita secara umum. Lagu ini sudah cukup lama diperdengarkan dan dalam setiap kali perjalanan petualangan selalu terngiang akan lagu ini.

Sebuah lagu yang merefleksikan akan siapa diri kita yang memproklamirkan diri sebagai seorang "Pecinta Alam". Mungkin saya tidak berpanjang lebar dalam tulisan ini, hanya sekedar untuk mengingatkan kembali dan semoga bermanfaat untuk kelestarian alam.



Pecinta Alam

Pendaki gunung, sahabat alam sejati

Jaketmu penuh lambang, lambang kegagahan

memploklamirkan dirimu pecinta alam

sementara maknanya belum kau miliki



Ketika aku daki dari gunung ke gunung

Disana ku temui kejanggalan makna

Banyak pepohonan merintih kepedihan

Dikuliti pisaumu yang tak pernah diam



Batu batu cadas merintih kesakitan

ditikam belatimu yang bermata ayal

hanya untuk mengumumkan pada khalayak

bahwa disana ada kibar bendera mu



Oh alam, korban keangkuhan

Maafkan mereka yang tak mengerti arti kehidupan



Untuk lagu nya bisa di download di link ini :

Pecinta Alam (mp3)



Semoga kita semakin sadar dan saling mengingatkan, bahwa Pecinta Alam bukan gelar untuk gagah-gagahan dan sekedar simbol saja.



"Jika Pohon Terakhir sudah ditebang,

Sungai Terakhir Sudah Tercemar,

dan Ikan Terakhir sudah ditangkap,

Maka Manusia akan sadar...

UANG TIDAK DAPAT DIMAKAN"



Salam Lestari,

Yohanes Kurnia Irawan

READ MORE ...

Selasa, 09 Agustus 2011

Sembahyang Kubur, Ketika yang Hidup Menghormati Leluhur

Pagi menjelang, namun suasana kuburan yang biasanya sepi ini menjadi ramai seperti tempat wisata. Aroma khas dari dupa (hio) yang dibakar membuat harum suasana disana. Satu keluarga, mulai dari yang tua hingga yang masih balita. Ramai-ramai mereka menuju makam leluhur mereka masing-masing, mengirim bekal untuk mereka yang sudah terlebih dahulu menghadap yang kuasa. Uang emas, uang perak, baju kertas, sepatu kertas, aneka hidangan makanan dan minuman , beberapa batang dupa berpadu tersusun didepan nisan.

Sembahyang kubur di Kota Singkawang dilaksanakan dua kali dalam setahun, yaitu Cheng Beng atau Chiang Miang (dalam bahasa ‘khek’ Singkawang) setiap bulan ke-3 dan Chit Nyiat Pan yang dilaksanakan pada bulan ke-7 dalam penanggalan imlek. Sembahyang kubur merupakan salah satu bentuk penghormatan dari mereka yang masih hidup kepada leluhurnya. Saat yang tepat untuk memohon dan memanjatkan doa agar anak cucu yang hidup di dunia ini diberi kehidupan yang lebih baik dan bahagia. Dari berbagai penjuru para keluarga berdatangan, baik di dalam maupun dari luar negeri, datang menuju kota Singkawang, salah satu kota yang mayoritas penduduknya merupakan etnis Tionghoa.

Salah satu bentuk budaya yang masih diwarisi hingga sekarang, dan akan terus berlangsung,untuk menghormati para leluhur. Budaya yang terus dilestarikan, seiring meningkatnya jumlah polulasi manusia di bumi, sebuah penghormatan yang dilakukan dengan cara tersendiri, sebagai bentuk refleksi bahwa suatu saat nanti mereka yang saat ini masih di bumi juga akan berada ditempat seperti ini, dan keturunan mereka juga akan meneruskan tradisi ini dengan mengirim dan memanjatkan doa nya.



Foto & Text :

Yohanes Kurnia Irawan











READ MORE ...